Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta mengadakan Seminar Nasional, dengan tema Paradigma Baru Pemilukada dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat
Yogyakarta, 28 September 2024 – Universitas Janabadra menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Paradigma Baru Pemilukada dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat.” Acara ini dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum dan Rektor Universitas Janabadra, serta dipimpin oleh Ketua Panitia Dr. Endang Sulistyaningsih, S.H., M.Hum. Para narasumber terdiri dari para ahli hukum tata negara, termasuk Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. (Hakim Mahkamah Konstitusi RI), Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum (Guru Besar Hukum Tata Negara FH-UII), dan Sri Handayani R.W, S.H., M.H. (dosen Hukum Tata Negara UJB).
Dalam paparannya, Prof. Dr. Arief Hidayat menyoroti perjalanan Indonesia sebagai negara hukum yang telah berlangsung selama 25 tahun sejak reformasi. Meskipun Indonesia telah membuat kemajuan, menurutnya, konsolidasi menuju negara hukum yang demokratis masih mengalami hambatan, bagaikan tarian “poco-poco,” maju-mundur dengan indikator positif dan negatif. Beliau mengutip L. Friedman, yang menyebut bahwa hukum melibatkan struktur, substansi, dan kultur. Sementara struktur dan substansi hukum di Indonesia dapat diubah, perubahan kultur dan mentalitas menjadi tantangan terbesar.
Beliau menekankan pentingnya menciptakan “religius welfare state” atau negara kesejahteraan yang berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila. Hakim konstitusi, menurut Arief, memiliki peran penting dalam membangun karakter bangsa melalui upaya perbaikan kultur hukum.
Prof. Dr. Ni’matul Huda membahas kompleksitas Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dalam kaitannya dengan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 22E UUD NRI 1945. Dia menyoroti inkonsistensi putusan Mahkamah Konstitusi terkait status Pilkada, apakah merupakan bagian dari rezim Pemilu atau bukan. Sejumlah keputusan Mahkamah Konstitusi, seperti Putusan No. 072-073/PUU-II/2004, Putusan No. 97/PUU-XI/2013, dan yang terbaru, Putusan No. 85/PUU-XX/2022, menunjukkan adanya perubahan dalam penanganan sengketa Pilkada.
Dalam paparannya, Sri Handayani R.W. memaparkan bahwa perubahan regulasi sejak era otonomi daerah hingga saat ini kurang memberikan fokus pada desain pemerintahan yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang menjadi dasar otonomi daerah, telah mengalami sejumlah perubahan yang menggeser peran DPRD, yang awalnya memiliki fungsi pengawasan, menjadi lebih sebagai mitra kepala daerah. Sayangnya, proses ini telah diiringi dengan maraknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan anggota DPRD di berbagai wilayah Indonesia.
Menurut Sri Handayani, model Pilkada serentak pada 2024 merupakan puncak dari pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Setelah Pilkada selesai, diharapkan dinamika politik akan mereda, memberikan ruang bagi pemerintahan daerah untuk fokus pada program kesejahteraan rakyat. Namun, tantangan ke depan adalah memastikan perbaikan kualitas calon kepala daerah serta regulasi yang lebih mendukung dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bersih.
Seminar ini menjadi platform penting dalam membahas berbagai isu hukum dan politik yang krusial terkait Pemilukada, dengan harapan mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pemerintahan yang demokratis dan berintegritas.